Title : Coffee Shop
Author : Jung Rae Ah (Ayu P.)
Main
Cast : OC “Jung Rae Ah”
Under
Cast : B.A.P
Length : One Shoot
Rating : Teen
Genre : Family, Friendship, Sad.
Back
Song :
*B.A.P-Coffee
Shop
*The
Ark-Somebody
Disclaimer
:
*Cast
milik Tuhan dan Ortu masing-masing
*Ayupuspitaningrum129.blogspot.com
A/N : Awas Typo Campur Aduk, Maaf Kalau Kurang Seru.
^_^
2015©Jung Rae Ah(Ayu P.)
...
...
---Happy Reading---
Hope You Enjoy It
...
...
Seoul
[6 a.m]
PrAkkkK...
Sebatang ranting pohon terjatuh
bersama untaian embun yang masih menempel. Youngjae duduk terlengah menatap
langit biru di teras rumahnya. Tatapannya seperti sedang merindukan sesuatu.
“OPPA!” Kejut Jung Rae Ah pada kakaknya dengan raut wajah
menyenangkan.
“Arrghhh... Mwoeyo? Rhea? Neol
michyeoseo? Jangan suka mengagetkan oppa seperti itu. Kau tidak melihat apa
kalau oppa sedang sedih? Hah?”
Youngjae mulai menyerang adiknya yang biasa dipanggil Rhea. Rhea maju satu
langkah dengan bergenggam tangan ke belakang dan duduk disamping kakaknya.
“Oppa? Mianhaeyo... Jangan
marah, aku tidak bermaksud membuat oppa semakin sedih.” Pinta Rhea tertunduk.
Youngjae menoleh pada adiknya dengan senyuman tipis.
“Gwenchanayo Saeng. Semua akan baik-baik saja. Oppa tidak marah padamu.” Ujar Youngjae sembari mengelus rambut
Rhea. Rhea menyandarkan kepalanya ke bahu kakaknya dengan pelan. Youngjae
ber-huh sebentar dengan maksud, ‘aku lega’. Terlintas dipikiran Rhea akan satu
hal yang membuat kakaknya sering menyendiri, yaitu kejadian 6 bulan yang
lalu...
...
Flashback ON
Rhea menyaksikan kakaknya seperti
debu terhempas angin lalu menghilang. Awak
media, wartawan, light camera yang membidik ke segala penjuru membuatnya
pusing. Pertanyaan ini itu terus muncul, Rhea berusaha membawa kakaknya pergi
dari kawanan media.
“Rhea! Kau tak seharusnya disini.”
Bisik Youngjae pada adiknya yang tergolong nekat. Bagaimana lagi, Rhea bersikeras
untuk membawa pulang kakaknya dari tempat yang membuat kakaknya lelah.
“Aku tidak akan melepaskan
tanganmu oppa,” Sahut Rhea ditengah kejaran mencari taksi sambil mengenggam
tangan kakaknya lebih erat.
Flashback OFF
...
Mentari meninggi, kicauan burung
perlahan pergi bersama dengan perasaan sedih Youngjae dan adiknya. Tercipta
atmosfir bahagia antara kakak adik itu. Rhea beralih mendongakkan kepalanya
dengan posisi duduk bertopang lutut.
“Oppa, kenapa kau tidak mengadakan reuni dengan temanmu atau apa?”
Tanya Rhea kegirangan berharap agar kakaknya setuju.
“Ne... nanti sore aku akan mengadakan pertemuan informal dengan
teman-teman seperjuanganku. Seperti biasanya ke Coffee Shop. Kau mau ikut?” Ajak Youngjae datar.
“Yeee... Arasseo Oppa. Aku ikut, tapi setelah
rumah ini bersih dan packing-packing.
Bukankah besok aku akan berangkat Study
Tour ke Jeju Island. Jadi kalau
kakak sendirian, pasti rumah ini akan kotor. Bagaimana jika Appa dan Eomma
tiba-tiba menelfon kita dari luar negeri lalu menanyakan tentang seputar rumah
ini? Padahal rumah ini sangat berantakan. Jebal...
Sekali-sekali bantu Rhea membersihkan rumah ya?” Rhea berkedip manja beberapa
kali pada Youngjae.
“Arasseo! Siapa yang akan lebih dulu selesai, besok pagi mendapat
jatah video call dengan Appa dan Eomma. 1, 2, 3 ...” Youngjae lari kedalam
rumah meninggalkan Rhea.
“Yak! Kau licik oppa,”
Teriak Rhea berlari kencang menyusul kakaknya. Selama 4 jam non-stop, mereka
benar-benar membersihkan rumahnya. Youngjae bagai kakak berhati malaikat bagi
Rhea. Begitu pun Youngjae, Rhea adalah cahaya yang menerangi gelap hidupnya.
...
3 p.m
Rhea masih terlelap di
Ruang Tengah setelah menghabiskan semangkuk ramen pedas.
“Yak! Kau jadi ikut atau
tidak?” Tanya Youngjae yang terus menggoyang-goyangkan tubuh adiknya.
“Hmm...” Rhea terbangun. Ia
langsung gaspol ke kamar mandi dengan mata masih tertutup. Youngjae
menggaruk kepalanya yang tak gatal, terheran akan tingkah adiknya.
...
15 menit kemudian.
“Ta-dah!” Kejut Rhea yang lagi-lagi membuat Youngjae tercengang.
“Eh?” Youngjae menunjuk ke white
dress selutut nan menawan yang
dikenakan Rhea.
“Sejak kapan kau punya dress seperti itu?” Tanyanya lagi.
“Wae? Yeoppo’ kan (cantik’ kan)? Eomma bilang aku boleh memakainya
kapan pun. Ayo! Palli!!!” Seret Rhea menuju ke garasi.
“Eittss... Kita jalan kaki saja. Karena bahan
bakarnya
sudah menipis sedangkan uang kakak juga hampir habis. Besok kau mau aku antar
pakai apa kalau bukan mobil itu.” Sanggah Youngjae yang mulai melangkah lebih
dulu.
“Oppa! Cakhamanyo!!!!” Rhea menghentakkan kakinya.
Ditengah jalan, mereka
seperti kakak adik normal pada umumnya. Youngjae berjalan santai dengan langkah
kakinya yang panjang, sedangkan Rhea berlari dengan langkah kecilnya untuk
menyamai langkah kakaknya.
“Rhea? Lihatlah!” Sahut
Youngjae hendak memberi tahu akan sesuatu yang disukai adiknya.
“...” tidak ada jawaban dari Rhea.
“Rhea?” Youngjae menoleh
dan Rhea... ‘MENGHILANG’.
“Rhea!!!” Youngjae
kembali menyusuri jalan setapak bekas langkahnya. Ia sangat takut jika Rhea
diculik oleh gangster atau brandalan-brandalan tengik dikota. Atau jangan-jangan?
...
Di sebuah tikungan dekat
toko sepatu, tampak Rhea berdiri tegak tepat didepan pintu kaca yang memamerkan
sebuah sepatu mahal dengan model terbaru. Youngjae menghampirinya sambil
mengatur nafasnya yang menderu kesal.
“Rhea kukira kau ...”
Belum selesai berbicara, Rhea meletakkan telunjuknya didepan bibir kakaknya.
“Sssttt!” Rhea kembali menatap sepatu itu bergantian dengan sepatu kusut
yang ia kenakan.
“Oppa,” Telunjuknya menunjuk ke sepatu itu. Youngjae mengerti maksud
adiknya, ‘dia benar-benar manja. Derita jadi kakak’ Youngjae sedikit mendesah.
“Jangan bingung oppa,
bukankah kau tinggal menggesek ATM
milik appa untuk mengganti sepatuku
yang kusam ini dengan sepatu yang tersinggah disana?” Tanya Rhea terus mendesak Youngjae.
“Sudahlah... Aku sudah
ditunggu,” Jawab Youngjae nanar.
Rhea berjalan dengan
kepala menunduk sedih mengikuti suara sepatu kakaknya. Karena berjalan dengan
model seperti itu, tanpa sadar Rhea membentur tubuh kakaknya yang sudah
berhenti.
Pang!
“Auuuw!” Rhea jatuh
tersungkur.
Untung saja cuma lututnya
yang lecet. Rhea meringis memegangi lututnya yang terasa berdenyut hebat
setelah mendarat sempurna di jalanan.
“Oppa! Isshh... gendong!”
Pinta Rhea yang masih meringis kesakitan.
“Gendong? Kau hanya lecet
sedikit, berjalan sajalah! Aku tuntun ke dalam pelan-pelan.” Youngjae berdecak
kesal melihat tingkah manja adiknya.
Rhea hanya tersenyum
manis. Youngjae pun membalasnya dengan senyuman lebar. Entahlah, senyuman Rhea
selalu membuat orang disekitarnya ikut tersenyum.
...
Coffee Shop. Sebuah resto
yang setiap hari dikunjungi Youngjae bersama Daehyun, YongGuk, JonGup, Himchan,
Zelo, dan adiknya. Disini tempat mereka berkumpul kembali dan berbagi cerita
hidup setelah lama tidak tampil bersama di media.
...
“Hoe... Youngjae-sshi!”
Panggil YongGuk yang sudah duduk dengan yang lainnya.
“Nde..” Youngjae ikut
merapat bersama adiknya.
“Kau terluka?” Sidik Daehyun
pada Rhea. Semua pandangan tertuju pada adik Youngjae itu.
“Wa wa wae?” Rhea
gelapan. Apalagi saat mendengar suara Daehyun menanyakan keadaannya. Ia menjadi
salah tingkah.
“Kau berantakan sekali.”
Daehyun mendekat dan merapikan rambut Rhea yang kacau. Hal ini membuat kedua mata
Rhea membulat sempurna, jantungnya menggebu hebat.
‘Apa yang harus
kulakukan? Eottokhaeyo?’ Pekiknya dalam hati. Daehyun masih mengelus helaian
rambutnya yang menguntai sepundak.
“Ehem!” Zelo berlagak
membersihkan tenggorokkannya yang tak serak. Sedangkan yang lain saling
berbisik. Rhea yang tercengang hanya bisa tersenyum kikuk. Gadis polos itu
tampak bingung, yang dirasakannya hanya ingin salah tingkah.
“Daehyun oppa, kurasa aku bisa melakukannya
sendiri. Gomapseumnida,” DaeHyun
mengangguk mengerti.
Pada satu poin, Rhea
sangat menyukai Daehyun. Sedangkan Daehyun sangat malu-malu mendekati adik
YoungJae yang 6 tahun lebih muda darinya.
...
Coffe Shop
[7 p.m]
Rhea merengek ingin
pulang untuk istirahat. Dengan perhatian, Youngjae mengajaknya naik taksi
mengingat adiknya yang harus menjaga stamina untuk Study Tour besok. Tanpa ia sadari jepitnya terjatuh saat ia
buru-buru. Daehyun yang terus memperhatikan dari ujung rambut sampai kaki,
menemukan benda itu. Dengan secepat kilat, Daehyun mengejar taksi yang sudah
terlanjur jauh itu. Langkahnya terhenti bersama nafasnya yang terengah-engah.
Tidak ada jalan lain kecuali memberikan padanya esok.
...
YounJae’s Home
[7.20 p.m]
Rhea begegas cuci tangan,
kaki, ganti baju, lalu cekidot ke kamar. Tak sengaja, Youngjae melintas di
depan kamar adiknya. Ia heran akan adiknya yang sudah teringkup di bawah
selimut. Youngjae masuk ke dalam.
“Kau sudah packing?” Tanya YoungJae yang sudah
duduk disampig adiknya.
Rhea membuka selimutnya,
“Ne... saat kau masak ramen.”
“Kakimu?” Tanya YoungJae
lagi.
“Gwenchana,” Rhea menutup
lagi selimutnya.
“Yak! Neo!”
YoungJae membuka selimut adiknya lalu
menepelkan Hansaplast ke lutut adiknya yang lecet. Matanya begeser ke sebuah
tas diatas meja. Tampak tas adiknya yang muncung akan barang-barang yang
dibawanya esok.
“Dasar! Kau manja sekali.
Wajah remaja tapi berhati seorang bayi. Hah, Rhea! Kau adik yang sangat
menggemaskan. Jangan tinggalkan kakakmu sesekali,” Youngjae mengecup kening
adiknya yang sudah bermain dalam dunia mimpinya. Setelah mendapati semuanya
beres, Youngjae mematikan lampu lalu berlalu dari kamar adiknya.
...
Seoul
[8 a.m]
Youngjae mengantar
adiknya ke bandara naik mobil pribadinya. Selama diperjalanan, Rhea ber-Video
Call dengan eommanya. Sesampainya.
“Rhea! Sudah sampai,
segera akhiri perbincanganmu. Nanti kamu bisa ketinggalan pesawat.” Youngjae
keluar dari mobil.
“Eomma! Rhea sudah sampai di bandara. Sudah dulu ya, dah~” Rhea langsung berlari keluar.
“Eh! Rhea!” Teriak Youngjae
memanggil adiknya yang sudah bablas masuk ke dalam.
“Ne, Oppa,” Rhea berbalik
tersenyum lebar sambil berjalan mundur. Ia melambaikan tangannya untuk
kakaknya. Youngjae tersenyum haru melihatnya dan ikut melambaikan tangan.
Sudah tidak terlihat lagi
punggung Rhea. Youngjae masuk ke dalam mobil dan hendak memutar kuncinya. Tapi
ia beralih pikiran. Ia ingin mengetahui keadaan Rhea disana. Didalam pesawat. Youngjae
menyusul Rhea ke dalam pesawat yang akan lepas landas.
Di dalam pesawat.
Youngjae memeriksa tiap kursi penumpang, apakah Rhea baik-baik saja? Sepertinya
Youngjae sangat menghawatirkan hal itu. Beberapa detik kemudian telah di
dapatinya, Rhea!
Youngjae langsung memeluk
khawatir adiknya yang sudah duduk manis. Mereka berdua menjadi tontonan semua
insan yang ada didalam pesawat. Rhea hanya ikut melingkarkan lengannya ke
punggung kakaknya.
“Oppa?” Bisik Rhea serak.
Youngjae tidak peduli.
Rasanya ia ingin memeluk adiknya sebelum ada sesuatu menimpanya. Youngjae
memeluknya lebih erat.
“Jangan tinggalkan oppa. Ddeonajima!” ucapan ricau yang tak
terkira dari mana datangnya. Youngjae asal nyeplos entah apapun itu. Setelah
puas memeluk adiknya, Youngjae melonggarkan pelukannya.
“O,iya oppa. Aku ingin mengatakan
sesuatu, tolong sampaikan pada Daehyun oppa bahwa aku sangat menyukainya.” Ungkap
Rhea berlinang air mata.
“Ayo kita pulang saja!”
Ajak Youngjae ngawur. Rhea hanya menggeleng. Bujukan kakaknya itu tidak mempan
sama sekali, bagai dedaunan kotor yang berserakan dan tidak ada yang
membersihkannya. Kemudian YougJae diusir oleh seorang kru pesawat. Youngjae
hanya pasrah.
Pesawat pun dengan mulus
lepas landas dan terbang ke angkasa. Kiranya kapal terbang ini bisa menghindari
trauma anak-anak atas tragedi tenggelamnya Kapal Feri beberapa tahun yang lalu.
Youngjae melangkah berat menuju mobilnya. Ia menyetir dengan risau.
...
Di tengah jalan, Youngjae
berhenti di sebuah toko sepatu yang dihinggapi adiknya kemarin. Tanpa ragu,
Youngjae membeli sepatu itu untuk dihadiahi pada adiknya saat ia pulang besok.
Setelah berurusan dengan kasir, Youngjae beranjak keluar dari gedung surga
sepatu itu. Baru beberapa langkah, kakinya tidak bisa melangkah lagi. Suara
televisi yang terpampang di dinding itu membuatnya merinding. Matanya membulat
sempurna. Youngjae berbalik menatap televisi itu dengan mulut terbuka. Ia
melihat jelas adiknya didalam televisi. Kepalanya hancur, dan sudah pasti kalau
orang yang baru dipeluknya beberapa menit tadi telah meninggal.
“Maldo andwe.. MALDO
ANDWE!!!” Youngjae menangis histeris menerima fakta bahwa pesawat yang
ditumpangi adiknya itu meledak setelah menabrak sebuah ruko.
Dengan gelisah, Youngjae
menelfon adiknya. Tapi ponsel adiknya tidak aktif.
“EOTTOKHAE?
EOTTOKHANAYO?” Youngjae menjerit kencang. Tak peduli dengan tatapan aneh
disekitarnya. Youngjae bergegas pulang bersama rintihan air matanya.
...
Youngjae’s House
[10 p.m]
Youngjae buru-buru duduk
mengingat rentetan kejadian hari ini. Yang membuatnya tak habis pikir, mengapa
adiknya berpulang secepat itu dalam keadaan tra-gis.
Drrtt
drrtt...
Ponselnya bergetar. Sebuah panggilan dari Seoul airport. Youngjae menarik nafas
dalam-dalam.
“Yoboseo! Youngjae
imnida.”
“....”
“Arasseo arasseo”
Jantungnya tertusuk
perlahan. Otaknya memaksa untuk tidak menangis, tapi betapa sulitnya menahan
air mata ini. Youngjae berdecak kesal. Kalau saja dia meraih tangan adiknya
sebelum ia pergi, ia pasti bisa melihatnya sekarang. Bukan kabar buruk yang tak
diundang. Tapi apa boleh buat jika ini memang takdir adiknya.
...
Coffee Shop
[4 p.m]
Daehyun memutar
pandangannya ke segala arah. Gadis yang ditunggunya belum kunjung datang juga. Biasanya
disini mereka bersinggah, tapi mengapa sampai sekarang tidak ada tanda-tanda
kalau Rhea akan datang.
“Aku hanya ingin
mengembalikan ini padamu Rhea,” Daehyun ber-puh
sebentar. Ia berniat mengembalikan jepit Rhea yang terjatuh kemarin. Sekalian,
ia ingin mengungkapkan perasaannya pada Rhea.
Daehyun masih mematung ditempatnya.
Teman-temannya sedang sibuk dengan urusan privasinya. Tapi kemarin Rhea dan
Younjae sudah berjanji akan kembali. Dan akhirnya Daehyun memtuskan untuk pergi
ke rumah Youngjae.
...
Tok! Tok! Tok!
“Youngjae-sshi!!!”
Panggil Daehyun sambil cengar cengir.
Youngjae membukaya dengan
tatapan kosong.
“Iga mwoya?” mendengar pertanyaan Daehyun, Youngjae membalasnya
dengan air mata. Ia sudah kehabisan kata-kata. Sedangkan Daehyun menjadi
bingung dibuatnya. Apa sahabatnya sudah kesurupan?
Daehyun menyidik penasaran.
Matanya menyoroti ke dalam rumah Youngjae. Ada foto Rhea terpasang diantara
bunga-bunga nan indah.
“Apa kau gila? Michigaesseo...” Mata Daehyun makin
terbalalak. Ia menggosok kedua matanya berkali-kali. Tapi tetap saja dia tidak
salah lihat. Kemudian Youngjae melayangkan beberapa kata-kata.
“Rhea berpesan padaku,
jika dia sangat mencintaimu. Jung Daehyun.” Suasana berubah menjadi kuburan.
Bahkan lebih tepatnya lagi, lebih ceria di kuburan. Apa yang sudah terjadi
benar-benar diluar dugaan Daehyun. Bagaimana bisa Daehyun mengungkapkan
perasaannya kepada orang yang sudah mati. Kakinya menjadi lemas.
“Kau juga menyukainya
kan!” Youngjae menarik kerah Daehyun.
“Kenapa tak kau katakan
saja dari dulu? Dia sangat mencintaimu.” Bentak Youngjae pada Daehyun.
“Aku juga tidak tahu
bagaimana menyatakannya, aku takut jika aku mengatakan padanya tapi dia malah
membenciku dan melarikan diri dariku.” Youngjae melepas genggaman tangannya
dari angan-angan ingin memukul atau menampar pipi Daehyun.
“Aku hanya ingin mengembalikan
jepit ini.” Tambahnya sambil mengulurkan jepit itu pada Youngjae.
“lebih baik aku pulang
saja,”
Youngjae masih terpaku didepannya.
Jika dilihat dari gelagat dan tingkah Daehyun yang pengertian, sepertinya tidak
salah lagi jika Daehyun memang tidak salah. Ini hanya kepalsuan pemikirannya
sedari tadi. Youngjae mendongak ke langit, seolah ia melihat adiknya bahagia.
Disana. Meski jasad adiknya belum kunjung datang sampai sekarang. Youngjae
menunggunya bersama sepatu yang hendak diberikan untuk adiknya yang nantinya
akan diantar lautan hitam ke pemakaman, dan mungkin tetesan air mata yang terus
ingin keluar tanpa henti. Menjadi sungai, menjadi lautan.
...
Seluruh rasa sakit ini
membuat Daehyun terpapar di hamparan ruang kerinduan. Tak tertahan lagi,
Daehyun sangat muak dengan dirinya sendiri.
“BABO... NAN JEONGMAL
PABOYA! NAMJA PABOYA!” ia menggigit bibir bawahnya. Kemudian meremas-remas
rambutnya. Semangat hidupnya telah hilang. Tapi tidak mungkin ia akan bunuh
diri. Hidupnya menjadi merana, menjadi hampa.
Kini Daehyun berdiri lagi
di Coffee shop. Tempat yang penuh kenangan, yang tersingkap kebahagiaan yang
sekarang menjadi isakan buta. Seperti inilah hatinya, selalu dihantui rasa
penyesalan yang tiada akhir.
“Aku sangat mencintaimu.
Tapi kau sudah pergi. Membuatku menjadi menangis sendirian dipenantian yang
sia-sia ini. Apa kau disana masih menyukaiku? Masih menungguku? Terima kasih
telah mencintaiku di dunia ini. Aku merasa lebih bahagia walau pipiku telah
basah. Karena belum ada orang yang kucintai mencintai diriku sendiri. Tapi aku
sangat bodoh. Maafkan aku Rhea, maafkan aku yang sangat payah ini. Kau
mendengarnya? Joesenghamnida.”
...
THE
END
Thanks
For Reading.
Maaf,
kalaau FFnya kurang menarik dan beberapa kata berantakan. :D author mau bilang
gomawoyo, kalo mau krisar silahkan komen. ^_^ Gamsa hamnida.