.................................................................

.................................................................

Selasa, 15 Desember 2015

Fan Fiction I [Taeyeon SNSD]



Fan Fiction
Title                 : I
Author             : Jung Rae Ah (Ayu P.)
Main Cast        : Kim TaeYeon
Length             : One Shoot
Rating              : Teen
Genre               : Schoolife, song fics, etc.
Back Song :
*Kim TaeYeon ft. Verbal Jint – I
*Kim TaeYeon – U R
Disclaimer :
*Cast belong to God and their parents
*Ayupuspitaningrum129.blogspot.com
A/N : Awas Typo Campur Aduk, Maaf Kalau Kurang Seru. ^_^
2015©Jung Rae Ah (Ayu P.)
...
...
---Happy Reading---
Hope You Enjoy It
...
...
            “Forgotten dream, I draw it again in my heart.”
            Sepucuk quote yang akan menggiring seorang gadis penuh mimpi ke hari barunya. TaeYeon namanya. Kim TaeYeon. Di jalan yang terjal, dengan seorang diri, gadis itu sungguh menawan. Menghadang segala gemuruh badai yang menari membahana di depannya.Tak peduli meskipun dia seorang gadis lugu yang telah beranjak dewasa. Baginya, hidup ini penuh dengan pilihan. Tinggal bagaimana kita menyikapinya agar kita bisa menguasai nafsu kita.
            Apakah mengakhiri hidup ini maka masalah akan lebih baik? Ia sangat mudah stress akan hal-hal yang menyetrum otaknya setiap hari, lalu mendarah daging dalam dirinya dan melekat kuat di sendi-sendi tulangnya. Buntu. Apa bagusnya jika hidup penuh penderitaan? Karena TaeYeon  merasa tak ada yang bisa melindunginya sampai saat ini. Padahal ia belum sadar jika selama ini ada sosok yang menemani harinya. Seorang lelaki tampan yang mau merelakan jiwa raganya demi TaeYeon. Dialah Leeteuk.
           
November 03, 2015

            “Eh! TaeYeon jangan lupa nanti kumpulin tugas Biologi ke kantor yah. Aku capek banget nih,” Suruh Siwon sang sanjangnim sambil menyerahkan kumpulan kertas ke bangku TaeYeon.
“Hooeeee?” Obrak TaeYeon pada Siwon yang selalu menyuruhnya ini-itu.
“Udahlah....Pokoknya kamu bawa aja. Bye. Aku ada urusan.” Ucap Siwon dengan nada masa bodoh.
TaeYeon hanya terdiam menatap lembaran kertas itu.
“Disuruh Siwon lagi ya? Kok kamu mulu yang disuruh-suruh. Jangan mau TaeYeon, meskipun kamu wakil sanjangnim. Coba deh elak aja. Kalo gini caranya mending kamu aja yang jadi sanjangnim.” Omel YuRi dengan wajah berapi-api kepada Siwon yang sudah membuat temannya letih setiap hari. TaeYeon hanya mengiyakan apa yang dikatakan oleh YuRi.
Tik! Tok! Tik!
Kini, sepasang mata gadis itu tengah menatap jam sambil menghitung waktu yang berjalan dengan jemari lentiknya. Matanya nampak berharap agar hari ini sekolahnya pulang lebih cepat. Tapi ia salah, mana mungkin waktu akan terasa lebih cepat jika kita hanya menunggu. Bahkan menunggu adalah hal yang paling dibencinya.
“Yah... masih 5 menit lagi. Aniyaaaa...” Rengek TaeYeon kesal.
            “Waeyo? Gwenchana?” Tanya Tiffany pada TaeYeon yang terlihat stress.
            “Ahh... Eobseoyo. Naneun gwenchana, Fany. Gak usah khawatirin aku. Arasseo?Nanti kita dimarahin Mr. Erick kalo gak bisa diem.”
            “Ah... Neo! Bilang saja kalo kamu mau rapat habis pulang sekolah. Gausah mengalihkan perbincangan, aku udah tau apa yang kamu rasain. Eh! Kalau kamu nge-drop lagi gimana? Terus aku mesti bersandar sama siapa kalau kamu sering sibuk, chingu? Kamu kok gak ngerti perasaanku sih?.... Liat matamu sekarang! Merah tau,” Celoteh Tiffany yang tengah menodong i TaeYeon dengan kaca.
            “Asshh... Gwenchana..” Jawab TaeYeon sambil menatap teduh ke dalam mata Tiffany. Tatapannya seolah mengatakan bahwa ia tak salah dengan pilihannya sekarang.
            “Sungguh? Lucu sekali. Kau sangat jelek hari ini. Aku lelah melihatmu kesana kemari sebagai seorang gadis. Sudah kuduga kalau kau masih saja keras kepala. Dasar Kim TaeYeon! Kalau aku jadi kamu, aku tidak akan mau melakukan hal-hal seperti itu untuk orang lain,” Ejek Fany sambil menepuk keras bahu TaeYeon.
TaeYeon mengerutkan dahinya dan bertanya, “Waeyo? Mengapa kamu tidak mau melakukannya? Bukankah itu hal yang baik?”
            Tiffany memegang kedua pipi TaeYeon sambil tersenyum, “Karena aku adalah Tiffany. Jiwa kita berbeda walau kita bisa menyatu. Mungkin. Dan kau TaeYeon yang sangat penyayang. Yang berjiwa setegar karang dihempas ombak. Semangat ya. Semua pasti berlalu,”

...

            Jadwal kegiatan TaeYeon bisa dibilang terlalu padat. Ibarat cangkir yang diisi air sampai penuh, lalu dituangkan air lebih banyak tetapi tumpah keluar dari wadahnya. Tempo waktu, air yang tumpah itu masuk lagi kedalam cangkir. Hebat, bukan? Tapi ini bukan kartun atau cerita fantasi. Ini adalah hidup seorang Kim TaeYeon. Ia sudah tidak tahu bagaimana lagi supaya ia bisa menjalani aktivitasnya seperti dulu. Bagaimana mengembalikan senyum ceria yang pernah diukirnya dulu.
            Ketika pukul 15.00, bel pulang berdenting. TaeYeon bergegas menuju ke bascamp tempatnya rapat. Sebenarnya ia sangat malas datang kaena saat-saat seperti ini ruang waktu di sekitarnya terbuang begitu saja. orang-orang di dalmnya pun kadang lupa bahwa kesenangan mereka bukanlah kesenangan orang lain pula.
Begitu sampai, ia langsung duduk di sembarang tempat yang menurutnya nyaman.
            “Uuh! Akhirnya...” Gumam TaeYeon sambil menaruh ranselnya.
            “TaeYeon!”
            Suara itu, sangat familiar di telinganya. TaeYeon langsung mendongak dan mencari posisi pandangan yang tengah dicarinya.
            “Leeteuk!” Sahut TaeYeon seolah tersihir sebuah mantera.
            “Nde... wahh... hari ini kamu keliatan beda banget ya?” Leeteuk menempatkan diri disamping TaeYeon.
            “Sstttt... rapat mau dimulai,” Ujar TaeYeon dengan modus mengalihkan pembicaraan.
Setiap hari rapat, kegiatan, pusing, stress, ulangan, remidi, tugas menumpuk, dan berulang seperti itu lagi. Meski tidak setiap hari, volume kegiatan yang berlebihan, bisa mengakibatkan hal fatal untuk seorang pelajar SMA sepertinya.  Nilai keteteran, sakit dimana-mana. Terkadang TaeYeon berfikir, jika memang inilah yang terbaik, hatinya ikhlas dan tegar.
Pukul 7 sore, TaeYeon baru sampai di rumahnya. Lelah? Itu biasa baginya. Belum lagi besok ada ulangan harian kimia, matematika,Bahasa Inggris, dan Fisika. Komplit sudahlah masalahnya sekarang.  Ke-empat mata pelajaran itu membuatnya tak bisa berkutik lagi.Namun, TaeYeon  berusaha menyemangati dirinya yang rapuh. Dalam keruntuhan hatinya, ia masih bisa berfikir, “Aku harus segera belajar... TaeYeon,,, hwaigggtiiinggg!!!!”

....

            November, o4 2015
            Hari ini, bumi seolah patah tepat dimana TaeYeon duduk sekarang. Telinganya ingin pecah. Otaknya ingin membuang jauh-jauh suara yang bagaikan jutaan petir yang berkumpul menjadi satu, membesar dan menyambarnya tadi.
            “Apa aku salah dengar?” pekik TaeYeon pada dirinya sendiri.
            “TaeYeon, kok bisa nilaimu jauh di bawahku?” Tiffany mulai nimbrung dengan TaeYeon yang sedang mengerjakan soal remidi kimia. TaeYeon menggeleng tidak mengerti.
            “Jangan diam saja. Ireona TaeYeon, ireona!!!” Tiffany terus menyadarkan temannya yang seolah kehilangan ingatan.
            “...”
Tetapi masih nampak kebisuan dari bibir TaeYeon. Ia pura-pura fokus dengan soal remidinya. Kemudian, TaeYeon pergi dari hadapan semua orang. Dan sejak itu pula hatinya begitu terasa tercekat.
Untuk menyambungkan kembali lubuk hatinya yang teriris dalam, TaeYeon menuju ke sebuah tempat yang biasa dikunjunginya ketika ia ingin meluapkan lautan air matanya. Tempat itu juga jarang dikunjungi oleh orang, yaitu atap sekolah. Dengan membawa selembar kertas untuk mengerjakan soal remidi kimia, TaeYeon menderu kesal seorang diri.
“Aku memang sudah bukan aku yang dulu,” Alisnya mulai menurun dari posisinya semula.
“Apa yang salah denganku, Tuhan?” Kini matanya tak bisa berbinar lagi, bibirnya bergetar.
“Apakah dengan mengakhiri hidup ini maka hidupku akan menjadi lebih tenteram?” Tangannya yang memegang sebuah pena, kini lemas diatas selembar kertas yang penuh dengan ukiran rumus kimia. Pikirannya sangat kacau. Ia menunduk.
“Hiks...” Segukan tangis pertamanya menetesi selembar kertas itu dengan air matanya. TaeYeon mengusap-usap pipinya dan berusaha mengerjakan kembali pertanyaan-pertanyaan yang telah menantinya, tetapi semua ini meluruh menjadi satu, pilu.
“Aaaa..... Aku benci kalian semua.” Sentak TaeYeon sambil membanting semua yang ada di depannya.
“Kamanhae, TaeYeon.! Kamanhae!!!” Seseorang berlari dari ujung atap untuk segera menghampirinya.
‘Leeteuk!’ Gumam TaeYeon dalam hati. Ia menutup wajahnya dengan kertas remidinya karena ia tak ingin Leeteuk melihat tangisnya yang parah seperti ini. Dengan nafasnya yang tersengal-sengal, Leeteuk mendekati TaeYeon yang sudah sekarat.
            “Jangan marah-marah di tempat sepi seperti ini. Jangan mengatakan kalau kau tidak berguna. Kau gadis yang ....”
            Belum selesai berbicara, TaeYeon langsung memotong pembicaraan Leeteuk.
            “Bodoh! Tentu saja,”
            “Yak! Aku ingin melihatmu. Kau tak menganggapku ada disini?” Leeteuk mulai kesal dengan sikap TaeYeon yang menurutnya berlebihan.
            “....”TaeYeon tidak bisa menggerakkan bibirnya.
            Perlahan, Leeteuk menggenggam tangan TaeYeon dan menariknya lebih dekat.Ia mengambil selembar kertas yang menutupi wajah TaeYeon, wajah TaeYeon pun terpampang jelas di depan mata Leeteuk.
            “Hikss...”
            Begitu mengetahui bahwa gadis yang disukainya sedang menangis tersendu-sendu, hati Leeteuk merasa tidak terima. Leeteuk merasa bersalah telah memaksa TaeYeon untuk menampakkan seluruh kesedihannya.
            “Me-me-ngapa kau menangis, Tae....TaeYeon?” Tanya Leeteuk terpatah-patah. Ia menatap gadis itu dengan pancaran gelisah dari matanya.
“Naneun gwenchana,” TaeYeon mengembangkan senyum palsunya.
“Aku tahu kau berbohong. Kumohon, jujurlah! Aku tidak ingin melihatmu tersakiti lagi.” Pinta Leeteuk sambil menepuk bahu TaeYeon. Leeteuk masih menggenggam erat tangan gadis itu.
“Kau tahu kan? Aku ingin menjadi yang lebih baik. Tapi aku tak mengerti mengapa sekarang aku tidak bisa tertawa seperti dulu. Aku kehilangan semuanya. Termasuk prestasiku. Aku tidak ingin membuat orang-orang disekitarku sedih karenaku. Maka dari itu, aku tidak pernah muncul sebagai TaeYeon yang kau lihat sekarang. Aku juga tidak pernah ingin membuat siapapun marah dan terluka karenaku. Aku hanya menjalankan tugasku dengan sekuat tenagaku,” TaeYeon menarik kedua ujung bibirnya.
Sayup-sayup, suara angin menengahi kedua insan yang tengah saling menatap itu.
“Memang. Hal yang paling sulit di dunia ini adalah menyenangkan orang lain ketika kau  sedang terluka. Tapi kau salah. Harusnya kau bersyukur karena kau sedang ada di posisi yang benar. Cerita yang kau dengar, seolah menyesatkanmu di hamparan gurun pasir lengkap dengan badai pasir non stop. Dengarkan aku, apa yang kau rasakan sekarang, apa yang membuatmu ada disini, semua karena dirimu sendiri. Semua sakit yang kau rasakan, semua air mata yang kau jatuhkan akan membuatmu terbang lebih tinggi lagi, TaeYeon. Yakinlah, semua orang akan segera melihat itu.” Leeteuk mengusap air mata TaeYeon yang kembali tumpah dari ujung matanya. Lalu ia genggam lebih erat lagi tangan TaeYeon yang dirasakannya semakin lemas. Leeteuk kembali menghela.
“Jangan lupakan mimpimu, ukirlah lagi sedalam-dalamnya. Lubuk hatimu akan terus membuat lubang yang siap menampung mimpimu. Mungkin kau sangat terluka dengan semua ini. Aku bisa merasakannya. Ibaratnya, hatimu adalah batu karang di lautan yang sedang dihantam ombak besar. Kau ingin berlari, tapi tak bisa berlari. Disitulah kau dilatih untuk menjadi orang yang tegar. Jika ombak itu datang lagi, suatu saat kau aku menjadi ombak bagi ombak itu. Karena kau, TaeYeon. Gadis periang yang dulu ku kenal sebagai sosok yang sempurna. Kalau aku melihatmu sekarang, kau seperti bukan TaeYeon dulu yang ku kenal. Dimana jati dirimu? TaeYeon yang dulu ku kenal, selalu menyiratkan sinar kebahagiaan meski ia sedang menyesali suatu hal. Jika ia gagal, maka ia menghadapinya dengan senyum polosnya untuk bangkit lagi. Bukannya aku kecewa, tapi sekarang ini, saat aku masih menatap matamu teduh, dan jauh lebih teduh lagi, aku merasa tidak mengenalmu sebagai TaeYeon pernah ku kenal dulu. Bangunlah TaeYeon. Jangan kau biarkan jati dirimu yang dulu hilang ditelah kesedihan yang menyiramkan hujan keegoisan. Mimpimu masih menggantung di angkasa, raihlah.” Leeteuk merenggangkan genggamannya lalu pergi meninggalkan TaeYeon.
TaeYeon masih memikirkan kata-kata Leeteuk,
apa maksudnya? Semua sakit yang kau rasakan, semua air mata yang kau jatuhkan akan membuatmu terbang lebih tinggi lagi, TaeYeon. Yakinlah, semua orang akan segera melihat itu.”
TaeYeon berfikir keras. Ia sedang buntu, tetapi masih ada kata-kata seperti itu yang mebuatnya berfikir sekarang. TaeYeon mendongak ke langit sambil melapangkan hatinya yang pahit.     “Aku mengerti,” TaeYeon melayarkan senyumnya ke seluruh raganya. Ia mulai bangkit. Ia memukul bahunya,  melambai pada kesdihannya sejenak dan kembali pada tempatnya yang seharusnya, di kelas.
Ia berjalan pasti dan Siwon memanggilnya, “TaeYeon, kamu dipanggil Mr. Erick sekarang!! Di kantor,”
“Waeyo?” TaeYeon mengerutkan dahinya.
Mollayo... kamu kesana aja deh sekarang, oke? Apa perlu aku antar?” Siwon mulai mengerti perasaan gadis itu.
“Ani...” TaeYeon mengembara ke kantor dan sesampainya, ia langsung menemui Mr. Erick.
“TaeYeon, kamu tahu apa yang terjadi dengan nilai bahasa Inggrismu?” Tanya Mr. Erick yang menatap garang TaeYeon.
“Tidak. Memangnya ada apa Mr.?”
“Lihat!” Mr. Erick melemparkan selembar ketas yang berisi daftar nilai.
“Lihat nilaimu TaeYeon!!!!” Mr. Erick beradu marah pada TaeYeon yang baru memegang kertas daftar nilai.
TaeYeon menyentuh kertas itu dengan tangan gemetar. matanya tidak bisa berkedip seketika.
“Mengapa nilai Bahasa Inggrismu bisa 25? Paket apa yang kau kerjakan? Apa kau salah mengerjakan soal seperti tengah semester kemarin? Teman-temanmu saja tidak ada yang mendapat nilai di bawah 50.” Bentak Mr. Erick dengan nada kasar.
“Mianhae....” jantung TaeYeon berdetak sangat cepat. Ia mengepalkan kedua telapak tangannya yang terasa beku.
“Nilai seperti ini sungguh tidak layak. Apa yang akan kau lakukan untuk menebus kesalahanmu?” Mr. Erick mulai melayangkan pembicaraannya ke arah emosi yang lebih stabil.
“Aku akan mengerjakannya ulang. 2 paket soal. Saya akan berusaha keras Mr.!” TaeYeon berharap pengajuaannya diterima oleh Mr. Erick.
“Okay! I’ll be waiting your reevaluation until tomorrow. You can go,”
“Ghamsa hamnida Mr.”
TaeYeon melangkah sedih setelah kejadian tadi. Otaknya kembali memberontak. Kesalahan apa saja yang baru ia buat sampai ia dihampiri nilai-nilai di bawah KKM? Ekspresinya tadi bisa dibilang sangat memalukan. Semua hal yang ia sambut hari ini, membuatnya tidak bisa mendongakkan kepalanya lagi. Ia terus mencari secarcih cahaya dalam pikiranya.
“TaeYeon?” Siwon menghampiri TaeYeon yang sedang menatap lantai.
“Jalan itu terjal ya,” Ucap TaeYeon sambil menatap tajam mata Siwon.
“Ngomong apa sih? Nih, mending kamu ngumpulin laporannya temen-temen ke Perpustakaan.” Siwon mulai beraksi.
“Mwo? Ah! Aigoo... aku hampir saja lupa. Aku tidak ingin melakuknnya lagi, aku ingin bebas walau hanya sehari. Dan sampai detik ini, kalian semua telah mempersulitku. Aku juga merasa tertekan seorang diri. Tidak ada yang mau mengertiku, tidak ada yang mau....Eobseoyo. Ghamsa hamnida, tapi aku harus pergi sekarang. remidiku banyak yang sudah menanti,” TaeYeon langsung pergi tanpa memperdulikan Siwon sedikit pun. Siwon hanya menggeleng. Bagaimana gadis itu berubah melawan atasannya seperti Siwon?
TaeYeon merangkul ranselnya. Ia menikmati udara sejuk sebentar. Tanpa izin, ia tidak ikut rapat hari ini. Untuk hari ini saja, ia ingin merasakan kebebasan. Ia tahu kalau ia sedang berada disaat-saat momen yang sulit seperti ini ia berusaha mengikuti cahay meski itu redup. Ia sangat ingin kembali pada sifat naturalnya.
...
Di teras rumah, TaeYeon merenung sambil mememluk kedua lututnya. Ia menutup kedua matanya.
Wushhh wushhh
Angin menguntainya dengan suara yang merdu. TaeYeon meresa waktu seolah berhenti padanya.
“Aku harus bisa karena aku TaeYeon. Tapi aku harus bagaimana, TaeYeon?” Gerutu TaeYeon pada dirinya sendiri.
“Apa aku bisa menyatukan kedua sisi baik dan burukku menjadi kekuatan yang besar untuk hidupku? TaeYeon, ku kira kau sudah gila,” TaeYeon masih berkata dengan dirinya sendiri.
“TaeYeon, apa yang kau lakukan.? Itu tadi adalah jawaban. Ah! TaeYeon mana yang kuajak bicara,” TaeYeon mengangkat alisnya lebih tinggi. Hatinya mekar kembali.
“Hidupku adalah kecantikan. Aku harus melakukannya di sudut pandang yang baik.” TaeYeon merasa seperti dihipnotis. Rangkaian macam apa hingga membuatnya bangkit kembali. TaeYeon terus mengerjab bahagia.
Tak lama, TaeYeon menorehkn tinta penanya pada selembar kertas.
“Aku tidak merasa sendiri lagi. Aku paham. Akan lebi berarti lagi karena hasilmu berasal dari kerja kerasmu sendiri. Bukan orang lain, tapi AKU.” TaeYeon menggertakkan giginya. Ia masuk ke dalam kamar dan menempel tulisan yang dibuatnya tadi di dinding kamarnya.

Flower petals wilt. I had difficult times, but I followed a small light. Distant day, let it go far, faraway. I fly spendlidy.”
-Kim Tae Yeon-

.... The End ....

Thanks for Reading. Author gatau musti bilang gimana. FF ini masih gagal menurut author. Tapi author bakal berusaha lebih keras lagi deh. Kalo ada krisar plis komen, kalo ga ada it’s okay kok. JNeomu-neomu ghamsa hamnida. J :D

...

 “Don’t Do Something That You’ll Regret Later”-TaeYeon Quotes-

Tidak ada komentar:

Soshi One

Soshi One