Fan
Fiction
Title : I
Author : Jung Rae Ah (Ayu P.)
Main
Cast : Kim TaeYeon
Length : One Shoot
Rating : Teen
Genre : Schoolife, song fics, etc.
Back
Song :
*Kim
TaeYeon ft. Verbal Jint – I
*Kim
TaeYeon – U R
Disclaimer
:
*Cast
belong to God and their parents
*Ayupuspitaningrum129.blogspot.com
A/N : Awas Typo Campur Aduk, Maaf Kalau Kurang Seru.
^_^
2015©Jung Rae Ah (Ayu P.)
...
...
---Happy Reading---
Hope You Enjoy It
...
...
“Forgotten
dream, I draw it again in my heart.”
Sepucuk
quote yang akan menggiring seorang gadis penuh mimpi ke hari barunya. TaeYeon
namanya. Kim TaeYeon. Di jalan yang terjal, dengan seorang diri, gadis itu
sungguh menawan. Menghadang segala gemuruh badai yang menari membahana di
depannya.Tak peduli meskipun dia seorang gadis lugu yang telah beranjak dewasa.
Baginya, hidup ini penuh dengan pilihan. Tinggal bagaimana kita menyikapinya
agar kita bisa menguasai nafsu kita.
Apakah
mengakhiri hidup ini maka masalah akan lebih baik? Ia sangat mudah stress akan
hal-hal yang menyetrum otaknya setiap hari, lalu mendarah daging dalam dirinya
dan melekat kuat di sendi-sendi tulangnya. Buntu. Apa bagusnya jika hidup penuh
penderitaan? Karena TaeYeon merasa tak
ada yang bisa melindunginya sampai saat ini. Padahal ia belum sadar jika selama
ini ada sosok yang menemani harinya. Seorang lelaki tampan yang mau merelakan
jiwa raganya demi TaeYeon. Dialah Leeteuk.
November 03, 2015
“Eh!
TaeYeon jangan lupa nanti kumpulin tugas Biologi ke kantor yah. Aku capek
banget nih,” Suruh Siwon sang sanjangnim sambil menyerahkan kumpulan kertas ke
bangku TaeYeon.
“Hooeeee?” Obrak TaeYeon pada
Siwon yang selalu menyuruhnya ini-itu.
“Udahlah....Pokoknya kamu bawa
aja. Bye. Aku ada urusan.” Ucap Siwon dengan nada masa bodoh.
TaeYeon hanya terdiam menatap
lembaran kertas itu.
“Disuruh Siwon lagi ya? Kok kamu
mulu yang disuruh-suruh. Jangan mau TaeYeon, meskipun kamu wakil sanjangnim.
Coba deh elak aja. Kalo gini caranya mending kamu aja yang jadi sanjangnim.”
Omel YuRi dengan wajah berapi-api kepada Siwon yang sudah membuat temannya
letih setiap hari. TaeYeon hanya mengiyakan apa yang dikatakan oleh YuRi.
Tik! Tok! Tik!
Kini, sepasang mata gadis itu
tengah menatap jam sambil menghitung waktu yang berjalan dengan jemari
lentiknya. Matanya nampak berharap agar hari ini sekolahnya pulang lebih cepat.
Tapi ia salah, mana mungkin waktu akan terasa lebih cepat jika kita hanya
menunggu. Bahkan menunggu adalah hal yang paling dibencinya.
“Yah... masih 5 menit lagi. Aniyaaaa...”
Rengek TaeYeon kesal.
“Waeyo?
Gwenchana?” Tanya Tiffany pada TaeYeon yang terlihat stress.
“Ahh...
Eobseoyo. Naneun gwenchana, Fany. Gak usah khawatirin aku. Arasseo?Nanti kita
dimarahin Mr. Erick kalo gak bisa diem.”
“Ah...
Neo! Bilang saja kalo kamu mau rapat habis pulang sekolah. Gausah mengalihkan
perbincangan, aku udah tau apa yang kamu rasain. Eh! Kalau kamu nge-drop lagi
gimana? Terus aku mesti bersandar sama siapa kalau kamu sering sibuk, chingu?
Kamu kok gak ngerti perasaanku sih?.... Liat matamu sekarang! Merah tau,”
Celoteh Tiffany yang tengah menodong i TaeYeon dengan kaca.
“Asshh...
Gwenchana..” Jawab TaeYeon sambil menatap teduh ke dalam mata Tiffany.
Tatapannya seolah mengatakan bahwa ia tak salah dengan pilihannya sekarang.
“Sungguh?
Lucu sekali. Kau sangat jelek hari ini. Aku lelah melihatmu kesana kemari
sebagai seorang gadis. Sudah kuduga kalau kau masih saja keras kepala. Dasar
Kim TaeYeon! Kalau aku jadi kamu, aku tidak akan mau melakukan hal-hal seperti
itu untuk orang lain,” Ejek Fany sambil menepuk keras bahu TaeYeon.
TaeYeon mengerutkan dahinya dan
bertanya, “Waeyo? Mengapa kamu tidak mau melakukannya? Bukankah itu hal yang
baik?”
Tiffany
memegang kedua pipi TaeYeon sambil tersenyum, “Karena aku adalah Tiffany. Jiwa
kita berbeda walau kita bisa menyatu. Mungkin. Dan kau TaeYeon yang sangat
penyayang. Yang berjiwa setegar karang dihempas ombak. Semangat ya. Semua pasti
berlalu,”
...
Jadwal kegiatan TaeYeon bisa
dibilang terlalu padat. Ibarat cangkir yang diisi air sampai penuh, lalu
dituangkan air lebih banyak tetapi tumpah keluar dari wadahnya. Tempo waktu,
air yang tumpah itu masuk lagi kedalam cangkir. Hebat, bukan? Tapi ini bukan
kartun atau cerita fantasi. Ini adalah hidup seorang Kim TaeYeon. Ia sudah
tidak tahu bagaimana lagi supaya ia bisa menjalani aktivitasnya seperti dulu.
Bagaimana mengembalikan senyum ceria yang pernah diukirnya dulu.
Ketika pukul 15.00, bel pulang
berdenting. TaeYeon bergegas menuju ke bascamp tempatnya rapat. Sebenarnya ia
sangat malas datang kaena saat-saat seperti ini ruang waktu di sekitarnya terbuang
begitu saja. orang-orang di dalmnya pun kadang lupa bahwa kesenangan mereka
bukanlah kesenangan orang lain pula.
Begitu sampai, ia langsung duduk di sembarang tempat
yang menurutnya nyaman.
“Uuh! Akhirnya...” Gumam TaeYeon
sambil menaruh ranselnya.
“TaeYeon!”
Suara itu, sangat familiar di
telinganya. TaeYeon langsung mendongak dan mencari posisi pandangan yang tengah
dicarinya.
“Leeteuk!” Sahut TaeYeon seolah
tersihir sebuah mantera.
“Nde... wahh... hari ini kamu
keliatan beda banget ya?” Leeteuk menempatkan diri disamping TaeYeon.
“Sstttt... rapat mau dimulai,” Ujar
TaeYeon dengan modus mengalihkan pembicaraan.
Setiap hari rapat, kegiatan,
pusing, stress, ulangan, remidi, tugas menumpuk, dan berulang seperti itu lagi.
Meski tidak setiap hari, volume kegiatan yang berlebihan, bisa mengakibatkan
hal fatal untuk seorang pelajar SMA sepertinya.
Nilai keteteran, sakit dimana-mana. Terkadang TaeYeon berfikir, jika
memang inilah yang terbaik, hatinya ikhlas dan tegar.
Pukul 7 sore, TaeYeon baru sampai
di rumahnya. Lelah? Itu biasa baginya. Belum lagi besok ada ulangan harian
kimia, matematika,Bahasa Inggris, dan Fisika. Komplit sudahlah masalahnya
sekarang. Ke-empat mata pelajaran itu
membuatnya tak bisa berkutik lagi.Namun, TaeYeon berusaha menyemangati dirinya yang rapuh.
Dalam keruntuhan hatinya, ia masih bisa berfikir, “Aku harus segera belajar...
TaeYeon,,, hwaigggtiiinggg!!!!”
....
November, o4 2015
Hari ini, bumi seolah patah tepat
dimana TaeYeon duduk sekarang. Telinganya ingin pecah. Otaknya ingin membuang
jauh-jauh suara yang bagaikan jutaan petir yang berkumpul menjadi satu,
membesar dan menyambarnya tadi.
“Apa
aku salah dengar?” pekik TaeYeon pada dirinya sendiri.
“TaeYeon, kok bisa nilaimu jauh di
bawahku?” Tiffany mulai nimbrung dengan TaeYeon yang sedang mengerjakan soal
remidi kimia. TaeYeon menggeleng tidak mengerti.
“Jangan diam saja. Ireona TaeYeon,
ireona!!!” Tiffany terus menyadarkan temannya yang seolah kehilangan ingatan.
“...”
Tetapi masih nampak kebisuan dari bibir TaeYeon. Ia
pura-pura fokus dengan soal remidinya. Kemudian, TaeYeon pergi dari hadapan
semua orang. Dan sejak itu pula hatinya begitu terasa tercekat.
Untuk menyambungkan kembali lubuk
hatinya yang teriris dalam, TaeYeon menuju ke sebuah tempat yang biasa
dikunjunginya ketika ia ingin meluapkan lautan air matanya. Tempat itu juga
jarang dikunjungi oleh orang, yaitu atap sekolah. Dengan membawa selembar
kertas untuk mengerjakan soal remidi kimia, TaeYeon menderu kesal seorang diri.
“Aku memang sudah bukan aku yang
dulu,” Alisnya mulai menurun dari posisinya semula.
“Apa yang salah denganku, Tuhan?”
Kini matanya tak bisa berbinar lagi, bibirnya bergetar.
“Apakah dengan mengakhiri hidup
ini maka hidupku akan menjadi lebih tenteram?” Tangannya yang memegang sebuah
pena, kini lemas diatas selembar kertas yang penuh dengan ukiran rumus kimia.
Pikirannya sangat kacau. Ia menunduk.
“Hiks...” Segukan tangis
pertamanya menetesi selembar kertas itu dengan air matanya. TaeYeon
mengusap-usap pipinya dan berusaha mengerjakan kembali pertanyaan-pertanyaan
yang telah menantinya, tetapi semua ini meluruh menjadi satu, pilu.
“Aaaa..... Aku benci kalian
semua.” Sentak TaeYeon sambil membanting semua yang ada di depannya.
“Kamanhae, TaeYeon.! Kamanhae!!!”
Seseorang berlari dari ujung atap untuk segera menghampirinya.
‘Leeteuk!’
Gumam
TaeYeon dalam hati. Ia menutup wajahnya dengan kertas remidinya karena ia tak
ingin Leeteuk melihat tangisnya yang parah seperti ini. Dengan nafasnya yang
tersengal-sengal, Leeteuk mendekati TaeYeon yang sudah sekarat.
“Jangan
marah-marah di tempat sepi seperti ini. Jangan mengatakan kalau kau tidak
berguna. Kau gadis yang ....”
Belum
selesai berbicara, TaeYeon langsung memotong pembicaraan Leeteuk.
“Bodoh! Tentu saja,”
“Yak! Aku ingin melihatmu. Kau tak
menganggapku ada disini?” Leeteuk mulai kesal dengan sikap TaeYeon yang
menurutnya berlebihan.
“....”TaeYeon tidak bisa
menggerakkan bibirnya.
Perlahan, Leeteuk menggenggam tangan
TaeYeon dan menariknya lebih dekat.Ia mengambil selembar kertas yang menutupi
wajah TaeYeon, wajah TaeYeon pun terpampang jelas di depan mata Leeteuk.
“Hikss...”
Begitu
mengetahui bahwa gadis yang disukainya sedang menangis tersendu-sendu, hati
Leeteuk merasa tidak terima. Leeteuk merasa bersalah telah memaksa TaeYeon
untuk menampakkan seluruh kesedihannya.
“Me-me-ngapa
kau menangis, Tae....TaeYeon?” Tanya Leeteuk terpatah-patah. Ia menatap gadis
itu dengan pancaran gelisah dari matanya.
“Naneun gwenchana,” TaeYeon
mengembangkan senyum palsunya.
“Aku tahu kau berbohong. Kumohon,
jujurlah! Aku tidak ingin melihatmu tersakiti lagi.” Pinta Leeteuk sambil
menepuk bahu TaeYeon. Leeteuk masih menggenggam erat tangan gadis itu.
“Kau tahu kan? Aku ingin menjadi
yang lebih baik. Tapi aku tak mengerti mengapa sekarang aku tidak bisa tertawa
seperti dulu. Aku kehilangan semuanya. Termasuk prestasiku. Aku tidak ingin
membuat orang-orang disekitarku sedih karenaku. Maka dari itu, aku tidak pernah
muncul sebagai TaeYeon yang kau lihat sekarang. Aku juga tidak pernah ingin
membuat siapapun marah dan terluka karenaku. Aku hanya menjalankan tugasku
dengan sekuat tenagaku,” TaeYeon menarik kedua ujung bibirnya.
Sayup-sayup, suara angin menengahi kedua insan yang
tengah saling menatap itu.
“Memang. Hal yang paling sulit di
dunia ini adalah menyenangkan orang lain ketika kau sedang terluka. Tapi kau salah. Harusnya kau
bersyukur karena kau sedang ada di posisi yang benar. Cerita yang kau dengar,
seolah menyesatkanmu di hamparan gurun pasir lengkap dengan badai pasir non
stop. Dengarkan aku, apa yang kau rasakan sekarang, apa yang membuatmu ada
disini, semua karena dirimu sendiri. Semua sakit yang kau rasakan, semua air
mata yang kau jatuhkan akan membuatmu terbang lebih tinggi lagi, TaeYeon.
Yakinlah, semua orang akan segera melihat itu.” Leeteuk mengusap air mata
TaeYeon yang kembali tumpah dari ujung matanya. Lalu ia genggam lebih erat lagi
tangan TaeYeon yang dirasakannya semakin lemas. Leeteuk kembali menghela.
“Jangan lupakan mimpimu, ukirlah
lagi sedalam-dalamnya. Lubuk hatimu akan terus membuat lubang yang siap
menampung mimpimu. Mungkin kau sangat terluka dengan semua ini. Aku bisa
merasakannya. Ibaratnya, hatimu adalah batu karang di lautan yang sedang
dihantam ombak besar. Kau ingin berlari, tapi tak bisa berlari. Disitulah kau
dilatih untuk menjadi orang yang tegar. Jika ombak itu datang lagi, suatu saat
kau aku menjadi ombak bagi ombak itu. Karena kau, TaeYeon. Gadis periang yang
dulu ku kenal sebagai sosok yang sempurna. Kalau aku melihatmu sekarang, kau seperti
bukan TaeYeon dulu yang ku kenal. Dimana jati dirimu? TaeYeon yang dulu ku
kenal, selalu menyiratkan sinar kebahagiaan meski ia sedang menyesali suatu
hal. Jika ia gagal, maka ia menghadapinya dengan senyum polosnya untuk bangkit
lagi. Bukannya aku kecewa, tapi sekarang ini, saat aku masih menatap matamu
teduh, dan jauh lebih teduh lagi, aku merasa tidak mengenalmu sebagai TaeYeon
pernah ku kenal dulu. Bangunlah TaeYeon. Jangan kau biarkan jati dirimu yang
dulu hilang ditelah kesedihan yang menyiramkan hujan keegoisan. Mimpimu masih
menggantung di angkasa, raihlah.” Leeteuk merenggangkan genggamannya lalu pergi
meninggalkan TaeYeon.
TaeYeon masih memikirkan
kata-kata Leeteuk,
“apa maksudnya? Semua sakit yang kau rasakan, semua air mata
yang kau jatuhkan akan membuatmu terbang lebih tinggi lagi, TaeYeon. Yakinlah, semua
orang akan segera melihat itu.”
TaeYeon berfikir keras. Ia sedang
buntu, tetapi masih ada kata-kata seperti itu yang mebuatnya berfikir sekarang.
TaeYeon mendongak ke langit sambil melapangkan hatinya yang pahit. “Aku mengerti,” TaeYeon melayarkan senyumnya
ke seluruh raganya. Ia mulai bangkit. Ia memukul bahunya, melambai pada kesdihannya sejenak dan kembali
pada tempatnya yang seharusnya, di kelas.
Ia berjalan pasti dan Siwon
memanggilnya, “TaeYeon, kamu dipanggil Mr. Erick sekarang!! Di kantor,”
“Waeyo?” TaeYeon mengerutkan
dahinya.
Mollayo... kamu kesana aja deh
sekarang, oke? Apa perlu aku antar?” Siwon mulai mengerti perasaan gadis itu.
“Ani...” TaeYeon mengembara ke
kantor dan sesampainya, ia langsung menemui Mr. Erick.
“TaeYeon, kamu tahu apa yang
terjadi dengan nilai bahasa Inggrismu?” Tanya Mr. Erick yang menatap garang
TaeYeon.
“Tidak. Memangnya ada apa Mr.?”
“Lihat!” Mr. Erick melemparkan
selembar ketas yang berisi daftar nilai.
“Lihat nilaimu TaeYeon!!!!” Mr.
Erick beradu marah pada TaeYeon yang baru memegang kertas daftar nilai.
TaeYeon menyentuh kertas itu
dengan tangan gemetar. matanya tidak bisa berkedip seketika.
“Mengapa nilai Bahasa Inggrismu
bisa 25? Paket apa yang kau kerjakan? Apa kau salah mengerjakan soal seperti
tengah semester kemarin? Teman-temanmu saja tidak ada yang mendapat nilai di
bawah 50.” Bentak Mr. Erick dengan nada kasar.
“Mianhae....” jantung TaeYeon
berdetak sangat cepat. Ia mengepalkan kedua telapak tangannya yang terasa beku.
“Nilai seperti ini sungguh tidak
layak. Apa yang akan kau lakukan untuk menebus kesalahanmu?” Mr. Erick mulai
melayangkan pembicaraannya ke arah emosi yang lebih stabil.
“Aku akan mengerjakannya ulang. 2
paket soal. Saya akan berusaha keras Mr.!” TaeYeon berharap pengajuaannya
diterima oleh Mr. Erick.
“Okay! I’ll be waiting your
reevaluation until tomorrow. You can go,”
“Ghamsa hamnida Mr.”
TaeYeon melangkah sedih setelah
kejadian tadi. Otaknya kembali memberontak. Kesalahan apa saja yang baru ia
buat sampai ia dihampiri nilai-nilai di bawah KKM? Ekspresinya tadi bisa
dibilang sangat memalukan. Semua hal yang ia sambut hari ini, membuatnya tidak
bisa mendongakkan kepalanya lagi. Ia terus mencari secarcih cahaya dalam
pikiranya.
“TaeYeon?” Siwon menghampiri
TaeYeon yang sedang menatap lantai.
“Jalan itu terjal ya,” Ucap
TaeYeon sambil menatap tajam mata Siwon.
“Ngomong apa sih? Nih, mending
kamu ngumpulin laporannya temen-temen ke Perpustakaan.” Siwon mulai beraksi.
“Mwo? Ah! Aigoo... aku hampir
saja lupa. Aku tidak ingin melakuknnya lagi, aku ingin bebas walau hanya
sehari. Dan sampai detik ini, kalian semua telah mempersulitku. Aku juga merasa
tertekan seorang diri. Tidak ada yang mau mengertiku, tidak ada yang
mau....Eobseoyo. Ghamsa hamnida, tapi aku harus pergi sekarang. remidiku banyak
yang sudah menanti,” TaeYeon langsung pergi tanpa memperdulikan Siwon sedikit
pun. Siwon hanya menggeleng. Bagaimana gadis itu berubah melawan atasannya
seperti Siwon?
TaeYeon merangkul ranselnya. Ia menikmati
udara sejuk sebentar. Tanpa izin, ia tidak ikut rapat hari ini. Untuk hari ini
saja, ia ingin merasakan kebebasan. Ia tahu kalau ia sedang berada disaat-saat
momen yang sulit seperti ini ia berusaha mengikuti cahay meski itu redup. Ia
sangat ingin kembali pada sifat naturalnya.
...
Di teras rumah, TaeYeon merenung
sambil mememluk kedua lututnya. Ia menutup kedua matanya.
Wushhh
wushhh
Angin menguntainya dengan suara
yang merdu. TaeYeon meresa waktu seolah berhenti padanya.
“Aku harus bisa karena aku
TaeYeon. Tapi aku harus bagaimana, TaeYeon?” Gerutu TaeYeon pada dirinya
sendiri.
“Apa aku bisa menyatukan kedua
sisi baik dan burukku menjadi kekuatan yang besar untuk hidupku? TaeYeon, ku
kira kau sudah gila,” TaeYeon masih berkata dengan dirinya sendiri.
“TaeYeon, apa yang kau lakukan.?
Itu tadi adalah jawaban. Ah! TaeYeon mana yang kuajak bicara,” TaeYeon mengangkat
alisnya lebih tinggi. Hatinya mekar kembali.
“Hidupku adalah kecantikan. Aku
harus melakukannya di sudut pandang yang baik.” TaeYeon merasa seperti
dihipnotis. Rangkaian macam apa hingga membuatnya bangkit kembali. TaeYeon
terus mengerjab bahagia.
Tak lama, TaeYeon menorehkn tinta
penanya pada selembar kertas.
“Aku tidak merasa sendiri lagi.
Aku paham. Akan lebi berarti lagi karena hasilmu berasal dari kerja kerasmu
sendiri. Bukan orang lain, tapi AKU.” TaeYeon menggertakkan giginya. Ia masuk ke
dalam kamar dan menempel tulisan yang dibuatnya tadi di dinding kamarnya.
“Flower
petals wilt. I had difficult times, but I followed a small light. Distant day,
let it go far, faraway. I fly spendlidy.”
-Kim
Tae Yeon-
....
The End ....
Thanks for Reading.
Author gatau musti bilang gimana. FF ini masih gagal menurut author. Tapi
author bakal berusaha lebih keras lagi deh. Kalo ada krisar plis komen, kalo ga
ada it’s okay kok. JNeomu-neomu
ghamsa hamnida. J :D
...
“Don’t Do Something That You’ll Regret Later”-TaeYeon Quotes-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar